Aku Sayang Mama
Oleh : Muhammad Althariq Diaz *
Ilustrator :Farid S Madjid
”Huuu… marah-marah terus,” gerutuku dalam hati. Aku sebal sama mama. Masak aku dimarahin melulu. Aku kan cuma main. Kata mamaku aku terlalu banyak main. Uh,bukankah wajar kalau aku bermain. Aku kan masih kecil. Kalau aku disuruh belajar terus, kan capek.
Aku memang tidak suka belajar. Aku lebih suka bermain. Karena itu hampir setiap saat mama menasihatiku agar belajar dan beribadah.
”Aku sebenarnya sudah pintar kan? Kenapa harus belajar?” begitu batinku dalam hati setiap dinasihati. Aku memang selalu mendapat peringkat atau ranking yang bagus. Tetapi kata mama aku tidak boleh berpuas diri, apalagi sombong. Harus tetap belajar. Uh…. Sungguh menyebalkan.
Suatu hari guruku memberi tahu bahwa akan ada ulangan harian. Aku langsung berpikir bahwa pasti ulangan itu akan mudah kuselesaikan. Jadi untuk apa harus belajar? Tapi saat sampai di rumah mama langsung mencecarku dengan pertanyaan.
”Bagaimana sekolahmu? Ada kejadian apa?” tanya mama. Kalimat tanya itu selalu kudengar setiap aku pulang sekolah.
”Tidak ada apa-apa, hanya ada ulangan biasa besok,” jawabku ogah-ogahan.
”Ayo nanti belajar ya, biar mendapat hasil yang memuaskan.”
Ah, nasihat itu lagi. Ingin sekali aku tak mendengarnya.
Sorenya saat aku sedang asyik bermain video game, mama menyuruhku untuk mengaji.
”Hhhh… aku capek sekali, Ma,” kataku.
”Ayo, kamu tidak boleh malas. Cepat berangkat, kamu sudah terlambat nih.”
Padahal aku benar-benar capek banget dan rasanya ingin tidur. Akhirnya aku menurut mamaku pergi mengaji. Setelah pulang aku diingatkan agar belajar untuk ulangan besok. Tapi aku ogah. Aku bermain keluar rumah bersama teman-temanku. Hari menjelang petang saat aku pulang. Saat itu kembali mama mengingatkanku agar tidak lupa belajar. Tapi, ah… aku merasa capek. Aku pun tertidur pulas sebelum sempat belajar.
Keesokan harinya, aku berangkat dengan rasa cemas. Aku merasa belum siap mengikuti ulangan. Saat bel masuk berbunyi, aku semakin cemas. Tibalah saatnya guruku membagikan soal ulangan. Betapa terkejutnya aku, ternyata soal ulangan kali ini jauh lebih sulit dari yang kubayangkan. Aku menyesal tidak belajar semalam. Aku lalu mengerjakannya sebisa mungkin. Waktu ulangan pun selesai. Dengan cemas aku menuggu hasil ulanganku. Betapa jelek nilaiku. Aku hanya mendapat nilai 50. Sementara temanku ada yang memperoleh nilai 100. Saat bel pulang berbunyi, aku pulang dengan muka lesu.
”Bagaimana ini, kalau sampai Mama tahu aku dapat 50, wah bisa berabe. Lebih baik kusembunyikan saja,” batinku di sepanjang perjalanan pulang.
Benar saja, begitu aku tiba di rumah, mama langsung bertanya, ”Bagaimana sekolahmu, ada kejadian apa?”
”Tidak ada apa-apa kok, Ma,” jawabku.
Malamnya aku merasa capek sekali. Tapi mama meminta tolong kepadaku untuk mengetik.
”Ma, aku capek, Mama saja ya…”
”Tolong, Mama ya. Nanti Mama beri hadiah.”
”Berapa, Ma?”
”Lima ribu mau nggak?”
Akhirnya dengan berat hati aku menerimanya.
”Janji ya, Ma. Lima ribu,” kataku sebelum mama berlalu.
Jam sudah menunjuk angka sebelas.
”Sudah dulu ya, Ma.” pintaku saat mama datang.
”Ya sudah, tapi di-save dulu, ya,” kata mama. Akupun lantas tidur dengan pulasnya.
Esok harinya aku kembali melakukan kegiatan rutinku, berangkat sekolah. Hari ini jam berputar begitu cepatnya. Tak terasa sudah saatnya aku harus pulang. Sesampai di rumah, seperti biasa mama menanyakan kabarku. Akupun menjawab seperti biasa pula. Ternyata Mama tahu kalau aku mendapatkan nilai jelek. Aku sudah mulai kacau. Tapi ternyata Mama tidak marah. Mama ingin agar aku belajar dan tumbuh menjadi dewasa. Apa yang mama lakukan kepadaku dan juga adik-adikku adalah semata-mata karena mama sayang kepada kami. Mama ingin kami semua menjadi orang yang tegar, beriman, dan sukses.
Ternyata, apa pun keadaan kami, bagaimanapun hasil ulangan kami, mama tetap sayang dan selalu mendukung kami untuk maju. Selama ini papa dan mama berjuang keras mencari nafkah dan mengasuh kami karena rasa sayang mereka yang begitu besar. Maafkan aku, Mama. Aku tidak akan nakal dan menyakiti hati Mama lagi. Aku sayang, Mama. (66)
* Penulis adalah siswa kelas VII SMP 9 Semarang
Suara Merdeka, 2 Juni 2013