Oleh: Hafidzatin Juman
Thema : Kesombongan dan kebodohan
”Wooowww…..indah sekali,” gumam Dayang Oki. ”Tuan Putri benar-benar pintar menari,” pujinya sekali lagi. Putri Nirmala hanya tersenyum simpul menanggapi pujian dayangnya itu. Dia tetap asyik dengan gerakannya.
”Putri Nirmala sangat cantik dan pintar. Mengapa tak kunjung menemukan pangeran?” gumam Oki.
Mendengar itu Putri Nirmala menghentikan gerakannya. ”Aku hanya akan menikah dengan pangeran yang hebat,” sergahnya kemudian.
”Bukankah semua yang mencoba mempersunting Tuan Putri adalah pangeran tampan dan hebat,” tanya Dayang Oki.
”Memang hebat, tapi hanya hebat di negerinya, bukan di seantero jagat,” bantah Putri Nirmala.
Putri Nirmala adalah putri kesayangan Raja Laut. Telah banyak pangeran yang mencoba menyuntingnya, namun belum satu pun yang diterima oleh Putri Nirmala.
Tiba-tiba datanglah Dayang Bungsu.
”Gawat, gawat, gawat!” teriaknya. Napasnya tersengal. Dayang Oki menatapnya heran, begitu juga dengan Putri Nirmala.
”Ada apa, Dayang Bungsu?”
”Itu, Tuan Putri. Ada kabar buruk, akan ada gerhana matahari di bumi.”
”Lalu kenapa?” tanya Putri Nirmala bingung.
”Kalau tak ada Dewa Matahari sesaat saja, semua akan gelap gulita, Tuan Putri. Dewa Matahari memberi cahaya pada semua makhluk hidup di bumi. Tanpanya semua akan gelap gulita,” jelas Dayang Bungsu.
”Betulkah?” tanya Putri Nirmala seolah tak percaya.
”Iya, Tuan Putri. Dewa Matahari membuat bumi terang, membantu tumbuhan memasak makanan, kekuatan cahayanya juga sampai ke dasar laut sehingga kerajaan kita tidak gelap gulita.”
”Aku ingin bertemu Dewa Matahari. Dialah pangeran hebat yang pantas menjadi pendampingku!” katanya setengah berteriak. ”Di mana aku harus mencarinya, Dayang Oki?”
Dayang Oki mengenyitkan dahi.
”Selama ini semua penduduk bumi hanya bisa merasakan kekuatan cahanyanya. Tak satu pun yang berhasil menemui dewa jagat raya itu.”
”Kalau begitu aku akan menemuinya. Dia pasti mau bertemu denganku.”
Puteri Nirmala merasa telah menemukan pangeran yang selama ini dia cari. Dia yakin bahwa Dewa Mataharilah yang pantas mempersuntingnya sebagai permaisuri. Dia kemudian meninggalkan kerajaan untuk mencari pujaan hatinya. Putri Nirmala melakukan perjalanan yang sangat jauh. Sekian lama berjalan, namun dia tak kunjung bertemu Dewa Matahari. Hingga akhirnya tibalah Putri Nirmala di sebuah negeri.
”Maaf Tuan, apakah Anda tahu di mana Dewa Matahari berada?”
”Dewa Matahari?” jawab orang itu bingung. Setelah sesaat terdiam, orang itu berkata, ”Oh, Dewa Matahari ada di Negeri Timur, Nona.”
”Negeri Timur?” tanya Putri Nirmala bingung.
”Iya, berjalanlah ke timur. Kau akan bertemu penduduk yang setiap hari menyembah Dewa Matahari. Mereka adalah rakyat dewa matahari,” jelas orang itu.
Setelah mengucapkan terima kasih, Putri Nirmala melanjutkan perjalanan menuju Negeri Timur. Di dalam benaknya telah terbayang betapa bahagianya jika dia bisa bersanding dengan Dewa Matahari. Namun setelah jauh berjalan dia tak kunjung menemukan Negeri Timur. Telah berbagai negeri dia lewati, namun negeri yang dicari tak kunjung dijumpai.
”Tuan, apakah ini Negeri Timur?” tanyanya kepada seorang warga.
”Bukan, Nona. Anda harus berjalan lagi ke sana,” kata orang itu sembari menunjuk arah timur. Demikian seterusnya. Namun itu tak membuatnya menyerah. Tekadnya untuk bertemu Dewa Matahari justru semakin kuat. Dia terus berjalan dengan keyakinan suatu saat pasti akan menemukan negeri itu.
Waktu berlalu. Sudah bertahun-tahun lamanya Putri Nirmala meninggalkan kerajaan Dasar Laut demi mencari Dewa Matahari. Hingga akhirnya tibalah Putri Nirmala di sebuah negeri yang penduduknya menyembah ke arah cahaya yang terang.
”Mereka menyembah. Dayang-dayangku juga melakukan itu setiap kali bertemu denganku,” gumam Putri Nirmala.
”Maaf Tuan, apa yang Tuan lakukan itu menyembah Dewa Matahari?” tanya Putri Nirmala kepada salah satu orang yang menyembah cahaya kekuningan tersebut.
”Benar, Nona.”
”Lalu di mana Dewa Matahari berada?”
”Lihatlah cahaya itu, Nona. Itu cahaya Dewa Matahari.”
Tak lama kemudian Putri Nirmala segera bergegas pergi ke arah timur. Dia terus berjalan namun hanya cahaya Dewa Matahari yang dia jumpai. Berulang kali dia berteriak memanggil Dewa Matahari, namun dewa itu tak kunjung datang menemuinya. Putri Nirmala mulai lelah.
”Tuan, kapankah Dewa Matahari turun ke bumi?”
”Dewa akan turun saat hari mulai petang, Nona.”
”Dimana?”
”Di laut sebelah sana. Pergilah ke sana, Nona.”
Harapan baru tumbuh di hati Putri Nirmala. Hari menjelang petang. Senyum Putri Nirmala merekah, dia sangat bahagia. Hanya beberapa langkah lagi mimpinya akan menjadi kenyataan, demikian batinnya.
Beberapa saat kemudian tibalah Putri Nirmala di laut. Benar! Dewa matahari mulai turun. Melalui laut itu, Dewa Matahari turun ke bumi, pikir Putri Nirmala.
”Dewa, aku mencarimu sekian lama,” teriak Putri Nirmala menggema. Dia segera menyelam, menjemput Dewa Matahari. Sesekali dia naik ke permukaan, memastikan keberadaan Dewa Matahari.
”Dewa, tunggu aku!” teriaknya sekali lagi.
Semakin lama Dewa Matahari semakin tenggelam. Putri Nirmala pantang menyerah. Dia terus mengarungi lautan. Hari pun gelap. Putri Nirmala belum menemukan dewa yang dicari.
”Tuan Putri,” tiba-tiba terdengar suara yang tak asing lagi di telinga Putri Nirmala. Puteri Nirmala menoleh ke belakang, mencari asal suara.
”Akhirnya Tuan Putri kembali,” kata Dayang Oki lega. ”Tuan Putri, Dewa Matahari bukan makhluk hidup seperti kita. Dia hebat, namun bukan pangeran terhebat,” lanjutnya.
Wajah Putri Nirmala memerah. Dia malu karena kesombongannya telah membuatnya tampak bodoh.
Suara Pembaruan, 20120715