Matahari tersenyum cerah pagi ini. Penghuni taman bunga saling menyapa. Mereka menyambut pagi dengan penuh semangat dan keceriaan. Namun, tidak demikian dengan Bunda Lulu, si ulat bulu. Bunda Lulu tampak galau. Ia mondar-mandir di sepanjang dahan pohon mangga. Mukanya serius dengan bibir menekuk ke bawah. Pasti ada sesuatu yang sedang dipikirkan Bunda Lulu.
Rupanya, Bunda Lulu sedang memikirkan cara jitu mengajarkan ilmu mempertahankan diri kepada Coco, anaknya. Bunda Lulu begitu khawatir, karena Coco diam-diam suka bermain tanpa seizin bundanya. Bunda Lulu takut kalau sewaktu-waktu ada predator mengintai Coco. Oh! Bunda Lulu menutup mulutnya, lalu komat-kamit memanjatkan doa agar ketakutannya tak menjadi nyata.
Seharian kemarin Bunda Lulu bersikeras melatih Coco. Namun, semua berakhir sia-sia. Bukannya mengikuti setiap gerakan bundanya,Coco malah tertawa terpingkal-pingkal. Coco geli saat melihat gerakan yang diperagakan bundanya. Menurut Coco,semua gerakan itu begitu lucu.
”Coco,perhatikan gerakan Bunda!” perintah bundanya yang sudah siap melontar tinggi.
”Siap, Bunda!” Coco terlihat pula melakukan gerakan yang sama. Namun, saat bundanya melontarkan diri ke udara lalu memelintirkan tubuhnya hingga berbentuk spiral dan menyentuh tanah dengan kecepatan tinggi
untuk bergulir menjauhi bahaya, Coco malah terkikik. ”Bunda terlihat lucu saat memelintir dan bergulir!” komentar Coco sambil terus terkikik memegangi perutnya. Akhirnya, Bunda pun mengakhiri sesi latihan dengan bersungut-sungut.
”Coco, besok kamu harus berlatih lagi dengan sungguh-sungguh! Bunda khawatir saat predator mengintai, kau belum siap mempertahankan diri!”
Coco menanggapi nasihat bundanya dengan santai.
”Baik, Bundaku sayang…,” kelakar Coco, lalu bergelung pelan di daun mangga.
”Oh,seandainya Coco paham bahwa gerakan ini begitu penting dan tak ada satu makhluk pun yang bisa bergulir secepat ulat bulu…,” batin Bunda Lulu sedih.
Pagi berikutnya, tanpa sepengetahuan Bunda Lulu, Coco sudah berada di tempat latihan. Ia berusaha mempraktikkan sendiri gerakan yang diajarkan bundanya.
Namun, rupanya tanpa disadari Coco, seekor burung sedang mengintai. ”Oh, sarapan lezat pagi ini,” girang burung itu dari atas dahan pohon mangga.
Coco terlihat komat-kamit. Rupanya ia sedang berdoa. Saat diam itulah, si burung meluncur turun dengan cepat.
Bunda Lulu yang baru saja datang memekik keras. ”Coco, awas…!”
Tanpa disangka, pada waktu yang tepat Coco melontar tinggi. Gerakan bundanya terekam jelas dalam ingatannya. Ia bisa menirukannya! Coco memelintirkan tubuhnya meski belum sempurna. Lalu menjatuhkan diri ke tanah dan bergulir cepat. Si burung terkaget-kaget dengan gerakan cepat Coco. Burung itu pun melesat pergi dengan tangan hampa. Sarapan lezatnya hilang.
Bunda menghambur ke arah Coco. Bunda merasakan napas Coco terengah-engah. ”Coco, Bunda bangga denganmu. Kau berhasil, Nak, meski sebenarnya gerakanmu belum sempurna! Tapi, Allah telah menolongmu.”
Coco hanya memeluk bundanya erat. Ia masih begitu ketakutan menghadapi predator yang baru ditemuinya hari ini. Benar-benar fatal jika tidak mampu menghindar, pikirnya. Pantas Bunda begitu khawatir.
Sejak saat itu Coco berjanji kepada dirinya untuk berlatih dengan baik. Ia ingin gerakannya sempurna seperti Bunda, sehingga ia akan selalu siap menghadapi bahaya. Bahkan, saat berhadapan dengan sepuluh
burung sekalipun. Bunda tersenyum mendengar seloroh Coco.(75)
Suara Merdeka
Minggu, 22 Desember 2013
Ilustrasi : Farid S