BELAJAR DARI AYAM
Oleh : T. Nugroho Angkasa
Ilustrator : Farid S Madjid
Jalu adalah seekor ayam jago tampan. Bulunya lebat dan mengkilap. Jalannya pun tegap, ia tinggal di rumah seorang petani di pelosok desa yang bernama Pak Soleh.
Pak Soleh sangat memperhatikan Jalu. Setiap pagi, tidak pemah lupa dia memberberi makan Jalu sampai kenyang. Sebab Jalu ibaraf jam waker. Ia memberi tanda bangun pagi dengan kokoknya yang nyaring.
Tapi akhir-akhir ini, Jalu sering terlambat bangun . Untungnya, Pak Soleh bisa mamaklumi.
“Oh., mungkin semalam Jalu tidur terfalu larut ya …”, ujarnya sembari mengelus elus kepala Jalu. Lama kelamaan Jalu jadi terlena. Ia terbiasa bangun kesiangan.
“Buat apa bangun pagi? Toh Pak Soleh tidak pernah marah dan tetap sayang padaku,” pikir Si Jalu.
Alhasil, Jalu sekarang menjadi ayam jago yang pemalas. Saat ayam-ayam lain sudah sarapan dan berangkat ke kebun , Jalu baru terjaga dari mimpinya. Tapi Ia merasa tenang saja, karena Pak Soleh sudah menyisihkan semangkuk jagung lezat untuknya.
Pada suatu hari Bu Soleh terserang demam berdarah . Beliau harus dirawat di rumah sakit di kota. Kemudian, Pak Soleh menitipkan Jalu ke tetangganya yang bernama Pak Arif.
Karena Pak Arif dan istrinya berjualan di pasar pagi, mereka bersiap-siap sejak subuh . Bu Arif memasak sarapan dengan perapian di dapur. Nyala api tungkunya besar sekali. Hal itu membuat Jalu jengkel Karena matanya kesilauan, ia terpaksa bangun pagi-pagi.
Siang harinya, Jalu merasa sangat loyo karena mengantuk berat. Dalam hati ia membuat rencana, “Malam nanti aku akan tidur di pohon agar terbebas dari silaunya perapian dapur.”
Senja pun tiba. Jalu bergegas memanjat pohon talok di pekarangan. “Jalu, Jalu!!!” Pak Arif mencari-carinya.
Tapi Jalu bersembunyi dibalik dedaunan. Akhirnya , Pak Arif menyerah dan masuk ke dalam rumah. Sebelum tidur Pak Arif mengunci pintu rapat-rapat.
Udara dingin malam menyergap . Jalu jadi susah memejamkan kedua matanya. Tapi Ia tidak bisa kembali ke kandang di dapur karena pintu rumah sudan digembok.
Baru sekejap terlelap , Ia terjaga karena kaget mendengar suara menyeramkan. Teryata `itu raungan seekor burung hantu yang berlengger di dahan tepat di atas kepalanya. Jalu diam seribu bahasa, ia gemetar melihat wujud samar burung hantu itu. Menjelang dini hari burung hantu baru pergi. Jalu meresa lega sekali. Ia berusaha untuk bisa tidur kembali.
Baru lima menit memejam kan mata, tedengar suara berisik di sekitarnya. Teryata segerombolan kelelawar sedang mencari buah talok yang sudah matang. Jalu jengkel sekali. Ia mengusir mereka. Tapi para kekelawar itu justru menggodanya. Mereka melempari Jalu dengan sisa-sisa buah talok yang baru saja mereka makan.
Saat mentari hampir merekah , para kelelawar sudah kenyang dan puas menggoda si Jalu. Akhirnya mereka kembali ke gua persembunyiannya. Untuk beberapa saat Jalu bisa tidur dengan pulas.
Tak lama kemudian, Jalu memicingkan matanya karena silau. Sumber cahaya bukan dari perapian di dapur, tapi dari sinar matahari yang sudah tinggi. Teryata hari sudah siang. “Krucuk,krucuk,..” terdengar suara dari perutnya. Jalu merasa lapar sekali. Setelah meregangkan otot dengan mengepakkan kedua sayapnya beberapa kali, Jalu bergegas menuju tempat biasa ia makan. Tetapi Jalu kecewa sekali. Ia hampir menangis karena mangkuk jagungnya kosong. Pak Arif dan keluarganya juga tak tampak. Mereka sudah berangkat ke pasar.
Akhirya, Jalu manyesal telah menjadi ayam jago yang pemalas. Dia berjanji mulai hari ini akan kembali menjadi ayam jago yang rajin. Tepat waktu membangunkan orang-orang sebelum matahari bersinar, “Kukuruyukkkk!!!” (75)
Suara Merdeka, edisi 18 Agustus 2013