Cerita Anak : BUYUT LELE
Oleh : Irza A Syaddad
Ilustrator : Farid S Madjid
”AH, kenapa tak dapat lagi….” keluh Pak Hasyim ketika melihat mata kail yang kosong. Padahal umpan tinggal satu ekor”.
”Bagaimana, Pak? Sudah dapat berapa?” tanya Bu Ri’ah dari dapur disela-sela menyiapkan bahan untuk membuat sambal. Rencananya pagi ini keluarga Pak Hasyim akan sarapan dengan lauk lele bakar.
”Belum dapat seekor pun, Bu. Entah kemana ikan-ikan ini? Padahal sudah kuberi pakan yang agak banyak untuk memancing mereka keluar,” gerutu Pak Hasyim.
”Ya sudah Pak, hari ini kita tidak usah masak lele. Diganti asem-asem saja. Kebetulan, tadi ada tetangga yang memberi wortel dan buncis,” hibur Bu Ri’ah sambil keluar mengamati Pak Hasyim yang menghabiskan umpannya.
”Tapi nanti ada temanku yang mau berkunjung ke sini, Bu. Aku sudah janji akan menangkap lele untuk mereka.”
”Lha mau bagaimana lagi, Pak. Sudah dari tadi Bapak memancing tapi belum dapat juga.”
”Aneh, Bu. Biasanya ikan-ikan ini mudah ditangkap kok.”
”Mungkin mereka sedang rapat, Pak. Hehehe….” kelakar Bu Ri’ah. ”Atau begini saja, Pak. Pak Rifa’i kan punya anak kecil, nanti kalau mereka sudah sampai sini, ajak mancing saja sekalian, kan lebih seru,” usul Bu Ri’ah.
”Iya juga, Bu. Setelah itu langsung dibakar, mumpung ada banyak kulit kelapa kering.”
”Nah, ayo sarapan dulu, Pak. Sudah ditunggu anak-anak.”
”Kalian dengar itu, Nak? Para manusia sangat mengharapkan kehadiran kita. Sampai-sampai mereka kecewa karena kita tidak muncul di permukaan kolam. Jadi, kita jangan sampai rendah diri di hadapan ikan-ikan lain,” kata Buyut Lele kepada anak-anaknya.
”Tapi Si Dimas jahat, Yut. Masak dia mengatakan bahwa kita jelek? Mentang-mentang dia ikan hias,” adu Tomi, lele paling kecil di kolam itu.
”Ya, aku bisa memahami itu, Tom. Mungkin karena Dimas juga masih kecil, jadi belum mengerti,” jelas Buyut Lele.
”Selain itu juga, manusia kalau mau menangkap kita selalu pakai pancing. Mulut kita kan sakit, Yut,” gerutu Tomi.
”Mungkin kita perlu strategi, Yut. Ketika mereka memakai pancing, kita tak perlu memakan umpannya. Tapi kalau mereka memakai jaring, baru kita keluar,” usul Gibran yang menjadi lurah lele.
”Usul yang bagus, Bran. Sudah semestinya kita bermanfaat bagi makhluk lain. Karena Tuhan pasti tidak menciptakan kita untuk kesia-siaan. Masih mending kita yang berada di kolam. Kawan-kawan dan saudara kita yang berada di laut sana, malah diburu dengan menggunakan bom. Sampai-sampai ikan yang masih kecil pun ikut terbunuh,” jelas Buyut.
”Hi… ngeri, Yut…,” gidik Tomi. ”Aku juga pernah tertangkap, Yut. Tapi dikembalikan ke kolam lagi. Mungkin karena masih kecil ya, Yut,” imbuhnya.
”Betul, Tom. Pak Hasyim dan keluarganya memang orang-orang baik. Nah, karena sudah agak siang, ayo kita kerjakan tugas kita masing-masing. Gibran, kau atur anak buahmu untuk berjaga di pos. Zaki, ajak kawan-kawanmu untuk menjaga anak-anak yang latihan berenang,” perintah Buyut Lele.
”Siaaap, Yuut…,” teriak mereka serempak.
Buyut Lele adalah ikan lele yang terbesar di kolam Pak Hasyim. Kata Gibran, lurah yang memimpin kolam tersebut, Buyut Lele telah ada semenjak Pak Hasyim menebarkan benih lele pertama kali, kira-kira delapan tahun yang lalu. Jadi bisa dibayangkan, betapa besar tubuh Buyut Lele tersebut.
Dikarenakan Buyut Lele adalah ikan yang paling besar dan paling lama hidup di kolam, maka ikan lele lain yang hidup di kolam dianggapnya sebagai anak dan cucunya.
Adapun kejadian tadi pagi yang menyebabkan Pak Hasyim kecewa adalah disebabkan Buyut mengadakan pertemuan dengan seluruh anaknya.
Rencananya, nanti malam Buyut akan pergi meninggalkan kolam karena dia merasa badannya sudah tidak muat lagi untuk terus berada di dalam kolam. Maka, sebelum meninggalkan kolam, Buyut memberikan wejangan kepada anak dan cucunya terlebih dahulu.
”Jadi Nak, mungkin aku tidak bisa terus menemani kalian di kolam ini. Tempatnya sudah terlalu sesak bila aku ikut tinggal di sini. Saatnya yang muda yang menggantikanku. Mungkin tengah malam nanti aku akan pindah ke laut,” pamit Buyut Lele.
”Tapi, nanti tidak ada yang mampu menyembunyikan kita semua, Yut. Juga tidak ada yang bercerita lagi tentang ayam kecil si Abel…” rengek Tomi sambil sesenggukan menahan tangis.
Sambil tersenyum, Buyut menimpali, ”Tenang saja, Tomi. Masih banyak yang bisa mendongeng selain Buyut. Fikri, Lina, dan Lulu kan punya banyak cerita tentang ikan yang bisa terbang.”
”Iya Yut. Walau mereka tidak bisa seperti Buyut….”
”Setiap ikan pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, Tomi. Seperti Buyut yang sudah ompong, kan tidak bisa makan seperti kalian lagi,” hibur Buyut.
”Hehe, iya Yut,” angguk Tomi.
”Nah, sekarang persiapkan diri kalian. Sebentar lagi Pak Hasyim akan kedatangan tamu. Jangan kecewakan
mereka. Dan ingat, jangan pernah merasa rendah diri di hadapan ikan-ikan lain. Karena Tuhan pasti tidak menciptakan kita untuk hal yang tidak berguna,” imbuh Buyut.
”Baik, Yut…,” jawab anak-anak lele serempak.
Suara Merdeka, 16 Juni 2013